Di sebuah desa yang damai, tinggallah dua sahabat akrab, Si Belalang dan Si Lebah. Mereka sering bermain bersama dan menjalani hari-hari mereka dengan penuh keceriaan. Namun, Si Lebah terkenal lebih bijaksana, manakala Si Belalang agak kurang teliti dan selalu tergesa-gesa.
Suatu hari, Raja Serangga memanggil semua serangga untuk satu misi penting. “Kalian harus pergi ke Bukit Nektar dan membawa pulang madu terbaik untuk persediaan musim sejuk,” titah Raja Serangga. Si Belalang dan Si Lebah pun bersetuju untuk bergabung dalam misi tersebut.
Ketika mereka memulakan perjalanan, Si Lebah berkata, “Kita harus merancang perjalanan kita dengan baik, supaya kita dapat sampai dengan selamat dan tepat pada waktunya.”
Si Belalang, seperti biasa, tidak sabar dan menjawab, “Mengapa perlu merancang? Mari kita pergi saja, nanti kita fikirkan!”
Si Lebah tersenyum dan berkata, “Kita perlukan penanda wacana dan kata transisi dalam perancangan kita, sahabatku. Mereka seperti peta dalam perjalanan ini. Dengan menggunakan penanda wacana, kita dapat menjelaskan urutan langkah-langkah kita dengan jelas, sementara kata transisi membantu kita menghubungkan satu langkah dengan langkah berikutnya supaya perjalanan kita tidak berantakan.”
Si Belalang, yang agak bingung, bertanya, “Penanda wacana? Kata transisi? Apa bezanya?”
Si Lebah memutuskan untuk menerangkan sambil mereka berjalan. “Lihatlah jalan di hadapan kita ini. Penanda wacana ibarat tanda jalan yang memberitahu kita apa yang akan datang. Sebagai contoh, ‘Pertama sekali,’ kita harus berjalan lurus melewati hutan ini. Kemudian, ‘Seterusnya,’ kita akan menemui sebuah sungai kecil. ‘Selain itu,’ kita harus berhati-hati dengan batu-batu licin di sepanjang jalan. ‘Akhir sekali,’ kita akan tiba di Bukit Nektar dan dapat mengumpulkan madu.”
Si Belalang mengangguk-anggukkan kepala, mulai memahami apa yang dikatakan oleh Si Lebah. “Jadi, penanda wacana seperti tanda jalan yang memberi kita petunjuk, manakala kata transisi seperti jambatan yang menghubungkan langkah-langkah perjalanan kita?”
“Betul sekali!” jawab Si Lebah. “Kata transisi seperti ‘Namun,’ ‘Walau bagaimanapun,’ ‘Oleh itu,’ dan ‘Tambahan pula’ membantu kita menghubungkan pemikiran dan memastikan perjalanan kita lancar tanpa halangan.”
Dalam perjalanan mereka, Si Belalang mulai menggunakan penanda wacana dan kata transisi dalam percakapan mereka. Ketika mereka tiba di sungai, Si Belalang berkata, “Pertama sekali, kita harus mencari tempat cetek untuk menyeberang. Kemudian, kita harus berhati-hati dengan arusnya. Selain itu, kita perlu memastikan tidak ada batu licin di bawah air. Akhir sekali, kita boleh melanjutkan perjalanan ke Bukit Nektar.”
Si Lebah tersenyum mendengar Si Belalang yang kini sudah pandai menggunakan penanda wacana dan kata transisi. Mereka meneruskan perjalanan dengan lancar dan selamat sampai ke Bukit Nektar.
Setelah kembali ke desa dengan madu terbaik, Si Belalang berkata, “Kini aku faham betapa pentingnya penanda wacana dan kata transisi. Tanpa mereka, perjalanan kita pasti berantakan dan sukar difahami.”
Si Lebah mengangguk setuju. “Begitulah juga dalam bercerita atau menulis. Penanda wacana dan kata transisi membantu kita menyusun cerita dengan jelas dan menghubungkan idea-idea dengan lancar.”
Dan sejak hari itu, Si Belalang tidak lagi tergesa-gesa. Dia belajar untuk merancang dan menggunakan penanda wacana serta kata transisi dalam setiap perjalanan dan cerita yang dia sampaikan, menjadikannya seorang pencerita yang bijak seperti Si Lebah.
Akhir cerita, Si Belalang dan Si Lebah menjadi contoh kepada serangga lain, mengajarkan betapa pentingnya susunan yang jelas dalam setiap tindakan dan ucapan.